Setahun sekali, terutama di Desember hingga Februari, bencana banjir menyapa nusantara. Banyak sebab dan banyak pihak yang selalu dipersalahkan. Hujan di iklim tropis adalah sunatullah. Namun hujan yang awalnya menjadi berkah untuk mengatur ekosistem bumi, berubah menjadi bencana karena manusia kian rajin menyulap hutan menjadi hunian atau perkebunan.
Sementara di perkotaan, daerah resapan menjadi hunian bahkan mal. Waduk atau danau kecil diuruk untuk memuaskan hasrat pengembang perumahan. Lahan subur penyerap air diubah menjadi lapangan golf. Hutan bakau dibabat untuk disulap menjadi lahan wisata. Manusia pada akhirnya menghukum dirinya sendiri dengan musibah banjir dan tanah longsor.
Siklus badai saat ini, bukan semata-mata siklus badai biasa. Pemanasan global – yang lagi-lagi ulah manusia – mendorong badai yang biasanya ada di kutub bumi, terdorong mendekati khatulistiwa. Namun dari sekian bencana banjir yang menimpa manusia, hanya banjir Nabi Nuh yang terbesar, yang tercatat dalam sejarah manusia.
Beberapa abad silam ada seorang Nabi yaitu Nabi Nuh‘alaihissalam yang berdakwah kepada kaumnya selama 950 tahun. Namun hanya sedikit saja, umat yang mau beriman. Ketika Nuh mendatangi sebagian mereka untuk menyembah Allah dan beriman kepada-Nya, mereka menyumpalkan jari telunjuk ke lubang telinga agar tidak mendengar seruan nabi Nuh, dan ketika nabi Nuh menghampiri mereka untuk menyebutkan nikmat-nikmat Allah dan memberitakan adanya penghisaban pada hari Kiamat, mereka menutupi wajah mereka dengan pakaian mereka. Abai dan sombong. Hal ini berlangsung terus hingga akhirnya orang-orang kafir berkata kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam:
“Wahai Nuh! Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu memang termasuk orang-orang yang benar.” (Hud ayat 32)
Nuh menjawab :
“Hanya Allah yang akan mendatangkan azab itu kepada kalian jika Dia menghendaki, dan kalian sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri Dan nasehatku tidaklah bermanfaat kepada kalian jika aku hendak memberi nasehat kepada kalian, sekiranya Allah hendak menyesatkan kalian, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kalian dikembalikan.” (Hud ayat 33-34)
Nabi Nuh pun bersedih karena kaumnya tidak mau memenuhi ajakannya, bahkan mereka meminta menyegerakan azab dari Allah. Meskipun begitu, Nabi Nuh ‘alaihissalam tidak berputus asa, dia tetap berharap kiranya ada di antara mereka yang mau beriman. Hari demi hari berganti, bulan demi bulan berganti dan tahun pun berganti dengan tahun berikutnya, tetapi ajakan Beliau tidak membawa hasil, Beliau berdakwah kepada kaumnya dalam jangka waktu yang cukup lama, yaitu 950 tahun sebagaimana yang difirmankan Allah,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun..” (Al ‘Ankabut ayat 14)
Namun sedikit sekali yang mau beriman kepadanya. Hingga akhirnya, nabi Nuh berdo’a kepada Allah :
“Ya Allah sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran) .Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupi bajunya (kewajahnya) dan mereka tetap mengingkari serta menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka dengan cara terang-terangan , Kemudian sesungguhnya aku menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, Maka aku katakan kepada mereka, “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu kebun-kebun dan sungai-sungai.” (Nuh ayat 5-12)
Nabi Nuh berdo’a : “Ya Allah, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (Nuh ayat 26-27)
Maka Allah Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Nuh untuk membuat bahtera, dan mengajarkan kepadanya bagaimana membuat bahtera dengan baik. Mulailah Nabi Nuh ‘alaihissalam membuat bahtera dengan dibantu orang-orang iman. Setiap kali, orang-orang kafir melewati Nuh dan pengikutnya, mereka menghina dan mengejeknya karena melihat Nuh membuat perahu besar di gurun Sahara yang tidak ada sungai dan laut. Penghinaan mereka bertambah, ketika mereka tahu bahwa maksud Nabi Nuh ‘alaihissalam membuatnya adalah untuk menyelamatkan dirinya dan pengikutnya dari azab yang akan Allah timpakan kepada mereka.
Di antara mereka bahkan ada yang berani buang hajat di dalam kapal yang belum itu, saat Nuh dan pengikutnya sedang tidak ada di sana. Akhirnya timbullah penyakit, yang menyerang mereka yang buang hajat di kapal milik Nuh. Tak seorang pun bisa menyembuhkannya. Dengan merengek-rengek mereka meminta nabi Nuh untuk mengobatinya. Nabi Nuh menyuruh mereka membersihkan kapal yang mereka kotori, setelah itu mereka pun sembuh dari sakitnya.
Akhirnya, pembuatan kapal pun selesai, Nabi Nuh mengetahui bahwa banjir besar akan tiba, maka ia meminta kepada kaumnya yang berjumlah sekitar 80 orang untuk menaiki kapal tersebut, Nabi Nuh membawa burung, binatang buas, binatang yang berpasang-pasangan, sapi, gajah dan lain-lain.
Dalam riwayat disebutkan bahwa panjang kapal Nabi Nuh adalah 1.200 hasta dan lebarnya adalah 600 hasta. Tingkat pertama diisi dengan berbagai binatang peliharaan dan binatang liar. Tingkat kedua untuk manusia dan tingkat ketiga untuk berbagai jenis burung.
Hingga ketika Nabi Nuh ‘alaihissalam bersama pengikutnya telah berada di atas kapal, datanglah banjir besar. Langit mengucurkan hujannya dengan deras, mata air di bumi pun mulai memancarkan airnya dengan kuat, Nuh pun berkata, “Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( Huud ayat 41)
Kapal pun mulai berlabuh dan mengapung di atas air. Ketika air sudah mulai menenggelamkan dunia, ada seorang ibu menggendongnya agar selamat dari banjir. Tatkala air terus naik hingga sampai ke daun telinga, ibu itu mengangkat anaknya di atas kepala. Sayang, tak ada yang selamat pada hari itu, kecuali orang yang di perahu, seorang ibu rela berkorban demi sang anak.
Ketika itu, Nabi Nuh melihat anaknya Kan’an yang kafir, Nabi Nuh memanggilnya dan berkata:
“Wahai anakku! Naiklah bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (Huud ayat 42)
Tetapi anaknya menolak ajakannya dan berkata : “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat melindungiku dari banjir besar!”
Nuh berkata, “Tidak ada yang dapat melindungi pada hari ini dari azab Allah selain Allah Yang Maha Penyayang.”
Selesailah dialog antara Nabi Nuh dan anaknya.
Gelombang pun menjadi penghalang antara keduanya, maka anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Huud ayat 43)
Kaum nabi Nuh yang kafir saat melihat air membanjiri rumah mereka dan mengalir dengan derasnya, maka mereka merasa akan binasa, mereka pun segera mencari tempat-tempat tinggi untuk menyelamatkan diri, tetapi sayang sekali, ternyata banjir itu telah mencapai puncak gunung. Allah Subhanahu wa Ta’ala membinasakan orang-orang kafir dan menyelamatkan Nabi Nuh dan para pengikutnya.
Setelah kaum yang kafir itu tenggelam, maka diwahyukan kepada langit dan bumi,
“Wahai bumi telanlah airmu, dan wahai langit berhentilah,” maka air pun surut, kapal itu pun berlabuh di atas bukit Judi.” (Huud ayat 44)
Nabi Nuh ‘alaihissalam mengetahui bahwa anaknya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan, Nuh ‘alaihissalam berkata:
“Ya Allah, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” (Huud ayat 45)
Allah Ta’ala berfirman:
“Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu agar kamu jangan termasuk orang-orang yang bodoh.” (Huud ayat 46)
Nuh pun berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tidak mengetahuinya. Dan sekiranya Engkau tidak memberikan ampun kepadaku, serta menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang rugi.” (Huud ayat 47)
Allah Ta’ala memerintahkan Nuh dan para pengikutnya turun dari kapal, berfirman :
“Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat dan penuh kebarokahan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu.” (Huud ayat 48)
Setelah Nabi Nuh dan para pengikutnya turun dan melepaskan hewan-hewan yang diangkutnya, maka mulailah nabi Nuh dan para pengikutnya menjalani hidup yang baru.
Musibah banjir yang kita alami saat ini belum seberapa bila dibandingkan banjir yang terjadi pada zaman Nabi Nuh. Sebetulnya hujan adalah rohmat kecuali bagi yang mengeluh, bagi yang suka mengeluh diberi panaspun ia akan mengeluh. Lebih baik disyukuri, sabar & berdoa :
“Allahumma Shoyyiban Naafi’an”
“(Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat)…”
HR Bukhori
Karena Allah berfirman :
“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar”
Fushshilat ayat 35
Misalnya ada problema mari cari jalan keluarnya! seperti tukang es yang omsetnya turun karena musim hujan, dia banting stir menjadi tukang wedang jahe yang laris manis karena mantap dan nikmat dihidangkan pada musim hujan.(MT Abdillahsyam)