Tragedi yang terjadi pasca pertandingan sepakbola antara tuan rumah Arema dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, menelan banyak korban. Terkonfirmasi sebanyak 174 orang meninggal dan korban luka-luka 323 orang.
Kemenangan Persebaya dari Arema dengan skor 3-2 menjadi pemantik amarah suporter hingga terjadi rusuh di dalam stadion.
Tragedi itu sontak mengundang keprihatinan semua pihak. Duka mendalam tak hanya dirasakan masyarakat Malang, namun bagi masyarakat bangsa Indonesia. LDII sebagai organisasi Islam kemasyarakatan turut berbelasungkawa dan menyatakan keprihatinannya.
“Tragedi ini tak bisa diputar kembali, kami mendoakan agar para korban diterima di sisi Allah SWT dan diberi kedudukan yang tinggi. Kami juga mendoakan keluarga korban diberi kesabaran, keikhlasan dan hikmah,” tutur KH Chriswanto Santoso di kediamannya, Senin (3/10).
Ia menambahkan, di balik peristiwa yang memilukan tersebut, insan sepak bola nasional perlu evaluasi diri, agar tidak terjadi hal yang serupa, “Sepak bola sesungguhnya adalah alat pemersatu, akan tetapi musibah di Stadion Kanjuruhan kemarin, benar-benar memukul semua pihak. Maka hikmah yang bisa diambil adalah panitia harus lebih siap, begitupula aparat keamanan dan teman-teman suporter. Agar hal serupa jangan terulang lagi,” ujarnya.

KH Chriswanto tidak menafikan fanatisme dalam dunia sepak bola, “Akan tetapi fanatisme jangan mematikan hati. Satu nyawa sudah terlalu banyak, satu nyawa sangat berharga. Dengan banyak korban luka dan jiwa ini tentu sangat memprihatinkan,” ungkap KH Chriswanto.
Ia berharap dan mengimbau semua pihak yang bergerak di bidang sepak bola khususnya, untuk mengevaluasi diri dan mempersiapkan diri, “Ketika terjadi sebuah pertandingan, harus benar-benar disiapkan pengamanan dan keamanan,” katanya. Menurutnya kalah menang dalam sepak bola adalah hal biasa, “Tim yang kalah mengevaluasi diri mengapa bisa kalah, yang menang gak perlu euphoria sehingga membuat kerusakan,” imbuhnya.
Penonton yang ada di stadion adalah pendukung atau suporter, yang bila dikelola bisa menjadi pemersatu, “Bukan menjadi permusuhan yang berkelanjutan. Mari evaluasi diri, aparat juga evaluasi mengenai kelalaian apa yang terjadi, tentu ada konsekuensi. Ini jadi protap yang akan dilaksanakan oleh seluruh pelaku sepak bola,” pungkas KH Chriswanto.
Senada dengan KH Chriswanto Santoso, Ketua DPW LDII Jawa Timur KH Moch Amrodji Konawi mengucapkan bela sungkawa yang mendalam terhadap insiden yang menimpa persepakbolaan Indonesia.
Menurutnya, pemicu kejadian insiden di Stadion Kanjuruhan Malang ada beberapa faktor, seperti ketidakpuasan penonton terhadap kekalahan Arema. Selain itu terpancingnya aparat keamanan oleh aksi provokasi suporter yang masuk ke tengah lapangan. “Hal ini membuktikan kurang kesiapannya panitia pelaksana (panpel) untuk mengantisipasi membludaknya penonton,” ujarnya.
KH Amrodji, berpendapat federasi perlu berbenah. Insiden Kanjuruhan menjadi bahani evaluasi menyeluruh agar tidak lagi kejadian yang serupa. Ia juga mendorong suporter juga memiliki karakter yang lebih dewasa, “Penonton juga lebih sportif, ketika timnya kalah, ya, harus bisa legowo menerima, selama ini masih banyak suporter yang tidak terima timnya kalah,”ungkapnya.
KH Amrodji berharap, insiden ini menjadi hikmah untuk berbenah bagi semua pihak, dimulai dari pembentukan karakter pemain, karakter insan sepak bola, dan karakter pengurus manajemen. “Kalau sudah memiliki sıfat yang menerima, sportivitas tinggi dan agamanya kuat, insya Allah sepak bola Indonesia akan lebih baik dari negara-negara Eropa,” pungkasnya.