Pemilihan presiden RI yang berlangsung hari ini, Rabu (9/7) menyisakan klaim “kemenangan” dari masing-masing kubu pasangan capres dan cawapres. Hal ini terkait pemuatan hasil proses penghitungan cepat (quick count) yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei di beberapa media televisi maupun online.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPW LDII) Provinsi Jawa Timur, Ir. H. Chriswanto Santoso, MSc., memberikan pandangannya terkait hasil sementara penghitungan cepat tersebut. Menurutnya, selisih yang sedikit antara perolehan dua pasangan, salah satunya bisa menimbulkan perang psikologis. Masing-masing pasangan membuat opini seakan-akan mereka yang menang. “Kasihan, nanti yang tertekan KPU,” ujarnya.
Menurutnya, masing-masing pasangan semestinya harus menunjukkan sikap yang bijak, sikap negarawan, tidak memperkeruh permasalahan dengan ucapan-ucapan yang mengancam, mengklaim kepastian, tanpa memberikan toleransi bahwa KPU masih ada sebuah proses yang real count.
“Klaim menang silakan tapi tidak bisa mengabaikan keputusan KPU. Dampak mengesampingkan keputusan KPU, akan menghasilkan chaos di kalangan bawah,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, dalam pilpres ini, bangsa terbelah menjadi dua, ada yang puas dan ada yang tidak puas. Ketika ada yang menganggap quick count adalah kebenaran, padahal belum menjadi sebuah kebenaran, berbahaya. Opini yang sudah terbentuk bisa menimbulkan chaos.
Untuk itu Chriswanto menghimbau kepada seluruh pimpinan bangsa, komponen bangsa, termasuk rakyat untuk menunggu hasil real count. “Apapun yang menjadi keputusan, kita kawal real count dengan bukti-bukti otentik. Negara kita negara hukum yang berpegang pada sebuah bukti yang otentik. Ada prosedur, itu yang kita ikuti. Siapapun yang dimenangkan dalam keputusan real count KPU tanggal 22 Juli nanti, itulah pimpinan yang dipilih dan harus diterima semua pihak,” tambah Chriswanto.
Mengenai kriteria pemimpin dalam pilpres kali ini, Chriswanto menyarankan agar mengutamakan kejujuran. “Kalau belum mempimpin saja tidak memiliki sikap yang tidak negarawan, mempunyai sikap yang justru memprovokasi rakyat, saya kira itu bukan seorang pimpinan yang bagus,” katanya.
Chriswanto menekankan agar semua pihak cooling down menunggu keputusan. Bagaimanapun quick count tidak bisa dijadikan keputusan yang absolut. “Quick count bukan kebenaran absolut,” jelasnya. Hal ini pernah terjadi saat Pilgub Provinsi Jawa Timur 2009 lalu. Hasil quick count berbeda dengan hasil akhir KPU.
“Namanya quick count itu sebuah proses statistik. Statistik itu sebuah proses pendekatan, ada sampling error. Sehingga kita juga harus memberikan peluang yang riil, yang benar,” paparnya.
Terkait kekhawatiran adanya manipulasi data real count, Chriswanto menyarankan untuk mengawal data tersebut. “Kawal, kontrol, tunjukkan bukti-bukti. Semua sudah punya saksi, ada formulir C-1 sebagai bukti,” jelasnya.
Oleh karena itu menurutnya, pimpinan-pimpinan bangsa ini harus menunjukkan sikap kenegarawanannya dengan tidak memprovokasi. Dirinya yakin, jika pemimpin mampu menciptakan suasana dingin, maka rakyat pun akan dingin.
Kepada warga LDII, Chriswanto menyerukan agar tidak terpancing provokasi. Siapapun yang jadi presiden harus diterima sebagai pimpinan bangsa sekaligus mendoakan semoga Indonesia ke depan menjadi lebih baik. Harapannya presiden terpilih bisa menjadi pimpinan yang jujur dan amanah.
Hanya negarawan sejati yg bisa menerima segala keputusan KPU yg sudah berdasarkan bukti.
Semoga kedua kubu bisa saling menerima untuk kemajuan bangsa.
Dan untuk sistem demokrasi yg berazaskan kebenaran tanpa tekanan.