DPP LDII mendukung ormas-ormas Islam yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) di berbagai wilayah, untuk mendorong Permendikbud 30 dicabut dan direvisi. Pasalnya, dunia kampus merupakan cermin pendidikan tinggi nasional, “Di sana bukan sekadar intelektual dan pengetahuan yang dihormati, tapi nilai-nilai moral, etika, bahkan spiritual civitas akademik,” papar Sekretaris Umum DPP LDII, Dody T. Wijaya di Jakarta (15/11).
Ia mengingatkan, bila Permendikbud tidak dicabut dulu, lalu diperbaiki dan direkonstruksi ulang, maka pemerintah terkesan abai dan masa bodoh dengan aktivitas mahasiswa dalam hal seks di luar nikah. Meskipun kampus adalah simbol kebebasan intelektual, “Tapi hubungan di luar nikah yang berimbas pada psikologis dan kesehatan juga harus dilarang,” kata Dody.
Pada Permendikbud 30 tersebut terdapat pasal-pasal yang memungkinkan hubungan badan di luar nikah dilakukan para mahasiswa. Untuk itulah LDII maupun ormas-ormas Islam lainnya menganggap Mendikbud Nadiem Makarim perlu merevisinya.
“Permendikbud 30 juga jangan terkesan hanya mengatur kekerasan seksual saja, tapi tidak melarang hubungan seksual yang didasari suka sama suka,” ujar Dody T.
Menurutnya, Permendikbud tersebut harus dicabut dan direvisi karena mereduksi nilai-nilai moral dan cenderung melegalkan seks bebas yang mengadopsi nilai-nilai budaya liberalisme.
Dody mengatakan, bila hubungan seksual di luar nikah tak diatur dalam Permendikbud tersebut, sama halnya melegalkan zina, asal suka sama suka, “Hubungan seks di luar nikah di Indonesia makin menjamur, dimulai sejak remaja dan berpotensi dilakukan pula oleh para mahasiswa,” paparnya.
Dody menyitir penelitian yang dilakukan oleh Reckitt Benckiser Indonesia terhadap 500 remaja di lima kota besar di Indonesia, “Mereka menemukan, 33 persen remaja pernah melakukan hubungan intim yang aktivitasnya berupa penetrasi,” imbuh Dody. Pelakunya, 58 persen berusia 18 sampai 20 tahun, “Dan mereka belum menikah,” imbuh Dody.
“Kami dari DPP LDII menginginkan, Permendikbud tersebut dicabut dan direvisi. Agar tidak terkesan hanya melindungi kekerasan seksual yang bersifat paksaan. Namun juga harus mengatur hubungan intim di luar nikah atau bahkan kekerasan seksual yang berdalih suka sama suka,” tegasnya.
Dari sisi hubungan seks di luar nikah atau perzinaan, tentu diharamkan oleh berbagai agama. Aktivitas itu juga melanggar norma-norma bangsa Indonesia, dan berimbas besar bagi kehidupan sosial, “Bisa dibayangkan mereka yang hamil di luar nikah, ibu dan anak menanggung beban psikologis,” ujarnya. Akibat dari hubungan itu, pendidikan mereka bisa terganggu.