DPP LDII meluncurkan situs e-learning pondokkarakter.com. Peluncuran tersebut dilakukan secara daring dari kantor DPP LDII, Jakarta, Selasa (24/11) yang diikuti oleh 514 studio mini serta 2.000 peserta di seluruh Indonesia.
Secara bersamaan, digelar pula seminar pendidikan yang mengacu pada fungsi enam stakeholder dalam pondok karakter, yakni guru, pamong, tenaga kependidikan, kepala sekolah, orang tua, dan pengelola yayasan. Peserta bisa mengikuti seminar dan memilih tema yang paling sesuai dengan minat masing-masing.
“Pondokkarakter.com merupakan kontribusi LDII untuk bangsa, yang menyasar kepada subyek pendidikan, bukan pada objek atau siswa,” ujar Ketua Umum DPP LDII Chriswanto Santoso. Pondokkarakter.com merupakan digitalisasi bidang pendidikan dari delapan bidang pengabdian LDII yang terdiri dari: Kebangsaan, Dakwah, Pendidikan, Energi Terbarukan, Kesehatan, Ekonomi Syariah, Pertanian dan Lingkungan Hidup, dan Teknologi.
Lebih lanjut Chriswanto menyatakan bahwa pendidikan karakter.com dibangun dengan memadukan rasa kebangsaan dan religiusitas. Dengan demikian pendidikan yang dijalankan akan berfokus pada subyek, bukan sekadar menyasar pada pembentukan karakter.
Pembentukan karakter ini merupakan proses panjang, yang targetnya pada 2045, cita-cita mengenai Indonesia Emas bisa terwujud, “Pemerintah saat ini bercita-cita pada tahun itu, Produk Domestik Bruto Indonesia mencapai US$23.000 per kapita. Mewujudkan hal tersebut bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah, masyarakat juga harus turut andil,” ujar Chriswanto.
Sementara itu, Konsultan Senior dari Sinergi Consulting, Nugroho Ananto mengatakan, karakter merupakan pembeda antara satu individu dengan individu dari keluarga lainnya, bahkan menjadi pembeda antara bangsa satu dengan bangsa yang lainnya.
“Pada umumnya karakter mempresentasikan perilaku yang diterima masyarakat, seperti kejujuran, penghargaan, dan tanggung jawab. Hal tersebut merupakan bagian dari nilai moral. Artinya wilayah pendidikan karakter ini luas tak dibatasi kelas, sebagaimana pendidikan ilmu pengetahuan yang membentuk kognisi,” ujar Nugroho Ananto.
Pendidikan karakter yang baik, akan menghasilkan lingkungan yang baik. Lingkungan inilah yang membentuk masyarakat berkarakter, hingga menciptakan bangsa atau negara yang memiliki karakter yang baik pula.
“Seseorang yang bisa dipercaya karena kejujurannya, dihormati karena karyanya bukan fisik dan harta, serta memiliki tanggung jawab bisa dikatakan memiliki karakter yang baik,” kata Nugroho. Sayangnya, menurut Nugroho, pendidikan karakter ini justru tak maksimal. Para pengajar atau penyelenggara pendidikan lebih fokus kepada kognitif.
Menurut Nugroho, pembelajaran mengenai karakter tersebut unik, tak seperti mempelajari ilmu pengetahuan, “Pendidikan karakter sangat berkaitan dengan pemaknaan terhadap nilai. Sementara pemaknaan tersebut sangat bergantung kepada keluarga atau lingkungan dimana seseorang hidup,” ujarnya.
Lebih lanjut Nugroho mengatakan,“Pendidikan karakter membutuhkan panutan dan proses pembelajaran serta pembiasaan seumur hidup. Hal ini beda dengan mempelajari ilmu pengetahuan,” imbuhnya.
Perusahaan Butuh Orang Jujur Tak Hanya Pintar
Karakter dalam perusahaan juga menjadi hal yang utama, “Founding father Bakrie Brothers menekankan pentingnya karakter, kejujuran misalnya. Orang yang jujur menurut Bakrie Brother bisa dipintarkan, tapi membuat orang pintar menjadi jujur tidak mudah,” ujar Chief Human Capital Bakrie Brothers, Okder Pendrian.
Karakter dan kompetensi menjadi bagian utama dalam pertimbangan penerimaan karyawan, “Dengan dua hal tersebut, seseorang bisa diterima dan dikembangkan hingga kelak menjadi seorang business leader,” ujar Okder. Sebaliknya, untuk memikat pribadi menjadi karyawan Bakrie Brother, karakter perusahaan juga harus dibangun. Dengan demikian menciptakan persepsi yang baik bagi mereka yang memiliki bakat terbaik.
Bisnis saat ini memerlukan pribadi yang adaptif, kreatif, dan inovatif. Menurut Okder, pada masa lalu, bidang bisnis baru hanya muncul 10 tahun sekali, “Saat ini hanya dalam sebulan selalu ada peluang bisnis baru,” ujarnya. Untuk menyikapinya, butuh SDM yang berkarakter.