Menurut Ketua Komisi Nasional Perlidungan Anak, Arist Merdeka Sirait menyebutkan Jawa Timur darurat kekerasan seksual anak.
Jawa Timur menempati posisi ke tujuh dengan jumlah kejahatan seksual terbesar di Indonesia. Salah satunya seperti kasus terbaru yang terjadi di Kediri dengan pelaku Sony Sandra (63) yang telah melakukan pencabulan terhadap 58 anak di bawah umur. Peristiwa tersebut menjadi peringatan bagi semua kalangan termasuk orangtua.
Dewi Ilma Antawati, Biro Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga DPW LDII Jawa Timur mengatakan kekerasan seksual tidak bisa menyebutkan salah siapa, korban atau pelaku. Menurutnya banyak faktor yang memicu kejadian tersebut diantaranya kemiskinan, lingkungan, pendidikan, teknologi, media, perubahan kultur maupun sosial budaya.
“Namun jika ditarik benang merah, tentunya berujung pada moralitas dan internalisasi nilai kebaikan serta nilai manusia di mata manusia lainnya. Kejadian-kejadian itu menggambarkan rendahnya moralitas dan ketiadaan nilai pada orang-orang yang terlibat di dalamnya,” kata Dewi pada wawancaranya melalui pesan singkat, Selasa (25/5).
Perilaku tersebut tidak lepas dari proses penanaman nilai yang dilakukan melalui kominikasi positif, teladan dan pembiasaan.
Dewi menambahkan, dalam kasus ini perlu dirunut kembali dimana proses tersebut seharusnya terjadi. Apakah di rumah, sekolah atau institusi pendidikan lain? Sehingga bisa mengevaluasi bagaimana proses tersebut (komunikasi, keteladanan, dan pembiasaan) dijalankan. Sudah baik atau sebaliknya.
Menurut Dewi, tidak bisa menyalahkan satu pihak saja, keluarga misalnya, melainkan perbaikan itu harus dilakukan oleh berbagai pihak.
“Siapa yang bertanggungjawab? Tentu semua pihak. Orangtua, pendidik, pemerintah sebagai pengambil kebijakan, masyarakat sebagai pengontrol sosial. Semua orang perlu terlibat dalam pendidikan moral dan karakter itu,” imbuh Dewi yang juga menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
Bagi Dewi, pendidikan moral holistik integratif adalah satu solusi mendasar untuk menekan permasalahan ini. Holistik integratif berarti pendidikan moral itu dilakukan oleh semua pihak diantaranya orangtua (ayah dan ibu), pendidik, pemerintah, dan masyarakat yang mencakup semua aspek manusia (kognitif, afektif,dan psikomotor) dalam semua bidang kehidupan.
“Salah satu contoh yang lebih kongkret yaitu pemberdayaan anak muda. Kalau kita lihat pelaku kejahatan seksual kebanyakan anak muda yang tidak banyak aktivitas. Dengan memperkaya aktivitas positif anak muda akan menjadi salah satu cara juga untuk menekan permasalahan tersebut. Dalam aktifitas positif tersebut juga dapat diselipkan nilai kerjasama, menghargai orang lain, kemanusiaan, dan sebagainya,” tutupnya.
Penulis: Sofyan Gani
Editor: Widi Yunani