Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menjadi salah satu narasumber dialog kebangsaan di Ruang Rapat Paripurna DPRD Jawa Timur menyinggung fenomena politik dunia internasional, Sabtu (19/11).
Tito mengatakan fenomena politik internasional terjadi setelah perang dingin ditandai dengan kemenangan kubu Barat sehingga menekan kekuasaannya salah satunya ialah ideologi demokrasi liberal. Semua sistem ideologi yang sudah ada itu ditekan kemudian ditanamkan ideologi demokrasi liberal.
Sejarah konflik ideologi besar sudah berakhir. Dunia akan mengarah satu titik yaitu semua akan bermuara ke liberal demokrasi. Negara-negara yang tidak menerapkan demokrasi liberal akan tumbang seperti negara otoriter, monarki, atau otokrasi.
Menurut Tito, Indonesia juga merasakan fenomena demokrasi liberal ini. Rezim 32 tahun orde baru tumbang, dari sistem otoriter menjadi sistem demokrasi liberal yaitu kekuasaan di tangan rakyat.
“Demokrasi liberal mendunia dan masuk ke Indonesia. Sadar tidak sadar konsekuensinya kita nanti ialah apa dampak kebhinnekaan kita yang sudah susah payah kita bangun,” ujar Tito.
Tito mengutip majalah TIME pada tahun 1998, dengan bersampul pasca peristiwa 98. Di majalah tersebut, Perdana Menteri Malaysia saat itu Mahathir Muhammad mengatakan dalam “Demokrasi atau Kesejahteraan”.
“Mana yang harus didahulukan untuk membangun sebuah negara? Apakah demokrasi dulu, atau kita harus meningkatkan kesejahteraan rakyat dulu,” ungkap Tito.
Jika menggunakan pilihan pertama, demokrasi diterapkan maka akan ada resiko. “Ketika masyarakat menggunakan sistem demokrasi kemasyarakatan yang berbentuk piramida, dimana high classnya kecil, midle classnya tidak terlalu besar, dan low class yang terbesar, maka demokrasi akan menjadi bencana. Kesejahteraan tidak akan pernah tercapai karena sibuk dengan konflik,” ujarnya.
Sebaliknya jika menerapkan pilihan kedua, kesejahteraan yang didahulukan maka negara tersebut akan dipacu pembangunannya tanpa menerapkan demokrasi tetapi menggunakan otokrasi, monokrasi atau semi demokrasi maka kekuasaan negara menjadi lebih besar dan kesejahteraan rakyat akan terbangun.
High classnya kecil, midlenya besar, low classnya kecil maka masyarakat sudah siap menerapkan demokrasi. Masyarakat sudah siap apa arti pilkada karena masyarakat dipenuhi oleh intelektual. Masyarakat tidak mudah dibohongi dengan melakukan segala cara untuk memenangkan sebuah pemilihan.
Pada 1998, Indonesia menerapkan pilihan pertama yaitu demokrasi liberal yang mana saat itu masyarakat low classnya masih tinggi, masyarakat belum siap. Menghadapi situasi ini kita dihadapkan situasi konflik karena masyarakat mengartikan demokrasi boleh melakukan apa saja dengan sebebas-bebasnya. Tapi apa boleh buat itu pilihan dan itu yang kita pilih.
Kebebasan pun mencuat. Muncul paham-paham dalam kelompok tertentu baik faham-faham demokrat maupun paham radikal. Keberadaan itu menyuarakan isu-isu sensitif yang mengakibatkan rawan konflik.
Tito juga menyebutkan bahwa era informasi dapat mempengaruhi kebhinnekaan. Menurutnya, segala informasi dapat diterima dengan cepat di dalam genggaman yaitu gadget. Selain itu sosial media diprediksi akan mengalahkan media konvensional. Media yang tak bertuan itu juga rentan dengan provokasi, hasutan, yang menimbulkan sebuah konflik antar agama, suku, ras maupun negara.
“Oleh karena itu, kuncinya adalah kebebasan harus dibatasi agar tidak mudah terjadi dan berkembangnya sebuah konflik. Disinilah tugas dari semua pihak,” tutup Tito.
Penulis; Sofyan Gani
Editor: Widi Yunani