Ketua DPW LDII Jawa Timur KH Moch Amrodji Konawi memaknai peringatan Hari Santri Nasional (HSN) sebagai momentum meningkatkan SDM para santri berkarakter luhur dan meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan pesantren. Harapannya para santri bisa menjadi generasi unggul masa depan bangsa.
“Untuk mewujudkan SDM berkarakter luhur ini, DPP LDII membentuk Sekolah Pamong Indonesia untuk meningkatkan kualitas guru dan pamong siswa, serta memperkuat dan menggali pendidikan 29 karakter luhur,” ujarnya, usai mengikuti apel peringatan HSN di halaman Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (22/10).
Amrodji mengatakan, pembinaan 29 karakter luhur tidak hanya dilakukan di lingkungan pesantren maupun sekolah naungan LDII, akan tetapi pembinaan 29 karakter luhur juga dilakukan di setiap pengajian atau majelis taklim PC dan PAC LDII.
DPP LDII membentuk Sekolah Pamong Indonesia sejak 2021 ini diselenggarakan di dua tempat yaitu di Ponpes Minhajurrosyidin Jakarta Timur dan Ponpes Wali Barokah Kediri. Pada program sekolah tersebut juga dilakukan sosialisasi pencegahan kekerasan dan perundungan pada santri atau siswa.
Sementara itu, Penjabat (PJ) Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono usai mempimpin apel peringatan Hari Santri Nasional di Grahadi, berharap Hari Santri menjadi momentum memperkuat komitmen bersama merengkuh masa depan dan mewujudkan cita-cita bangsa.
“Seperti yang disampaikan oleh Menteri Agama bahwa para santri harus bisa menjadi apa saja dan profesi apa saja. Hal ini menunjukkan bahwa santri sekarang bukan lagi berjuang melawan penjajah, akan tetapi berjuang melawan kebodohan,” ujar Karyono usai pelaksanaan apel.
Karyono mendorong para santri supaya melek teknologi untuk menghadapi tantangan masa depan. Ia berharap para santri juga turut serta membangun kemajuan Provinsi Jawa Timur, bangsa dan negara.
Dalam kesempatan itu pula, Karyono mengatakan, di Jawa Timur tercatat ribuan pesantren dan ratusan ribu santri. Untuk itu Pemprov Jatim memiliki tantangan besar di lingkungan pesantren. Tantangan tersebut diantaranya berupa kasus kekerasan dan perundungan (bullying) di lingkungan pesantren.
“Langkah yang dilakukan Pemprov Jatim berupaya menerapkan tindakan hukum yang adil,” terangnya.
Selanjutnya, Pemprov Jatim bersama stakeholder melakukan sosialisasi bahwa kedudukan para santri adalah sama.
“Lembaga pendidikan di pesantren harus sama dengan pendidikan formal, baik kode etik, aturan, maupun juga penerimaan pada mereka. Mereka bukan hanya nyantri, tapi betul-betul siswa sehingga mereka mempunyai hak memperoleh pendidikan dan perlakuan baik, agar masa depan para santri lebih baik,” pungkasnya.