Peran pers sejak 66 tahun dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tak bisa diabaikan. Pers seperti penyuluh dalam kegelapan, sesuai tugasnya memberikan edukasi, informasi, hiburan, dan kontrol sosial kepada rakyat Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1985, setiap 9 Februari bangsa Indonesia memperingati Hari Pers Nasional yang bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso mengatakan pers harus tetap kritis agar pemerintah bisa memperbaiki kekurangan dan terus meningkatkan keberhasilannya. “Dengan masukan yang konstruktif dari insan media massa, pemerintah dan ormas dapat terus berbenah dan maju,” tutur Chriswanto di Jakarta. Namun demikian, dia berterima kasih atas kerja para pewarta yang terus membuat memberitakan berbagai pencapaian pembangunan, dengan dukungan dan masukan.
Menurut Chriswanto, pers sebagai fungsi kontrol sosial membuat pemerintah melihat ke wilayah pelosok yang tidak tersentuh pembangunan. Pemerintah juga bisa secara langsung mendapat respon dari masyarakat mengenai kebijakannya, “Hal tersebut sangat membantu pemerintah dalam membangun negeri ini,” imbuh Chriswanto.
Chriswanto mengimbuhkan, pers sangat membantu pembentukan masyarakat madani agar organisasi kemasyarakat (ormas) dapat maksimal dalam membantu pemerintah. Dan sebaliknya, pers juga mengontrol keberadaan dan fungsi ormas itu sendiri. “Pers selama ini sanggup melaksanakan tugasnya sebagai tiang keempat demokrasi,” ujar Chriswanto.
Chriswanto juga mendukung kebebasan pers dalam untuk berpendapat dan berbicara sebagai syarat mutlak demokrasi. Namun ia juga mengingatkan, kebebasan tersebut diiringi dengan rasa tanggung jawab yang besar, dalam mengedepankan kepentingan masyarakat serta keutuhan bangsa dan negara.
Sependapat dengan KH Chriswanto Santoso, Ketua DPP LDII Koordinator Bidang Komunikasi, Informasi, dan Media (KIM) DPP LDII, Rulli Kuswahyudi, mengatakan pers memiliki tanggung jawab lebih besar lagi dalam era new media atau media baru. Era ini ditandai dengan penggunaan internet dalam menyebarkan informasi dengan multiplatform, salah satunya media sosial. “Pers dan masyarakat saat ini bersama-sama menggunakan media sosial. Akhirnya media sosial menjadi ruang publik, dari berita penting atau sekadar gosip bahkan hoaks,” kata Rulli.
Namun demikian, lanjut Rulli, tak bisa dipungkiri kini kerja wartawan kian mudah dengan adanya media sosial. “Wartawan tinggal memantau isu yang sedang tren, atau mencari kutipan para tokoh, kemudian diolah menjadi tulisan,“ imbuhnya.
Menurut Rulli, kerja pers yang kian mudah ini, jangan sampai menumpulkan analisis. Hanya mengisi berita dengan kutipan. Tapi masyarakat perlu edukasi yang mendalam atas sebuah isu. Bahkan, hanya karena mengejar pembaca di media sosial, beberapa media melakukan umpan klik atau clickbait, hanya untuk membuat orang penasaran. Atau sebaliknya, sudah lahir rasa kebencian dengan membaca judul.
Rulli berharap pada era new media, media massa tak hanya mengejar sensasi sejak dari judul hingga isi, agar beritanya banyak dibaca. Menurutnya, masyarakat tetap membutuhkan edukasi untuk meningkatkan kualitas demokrasi, “Sebagai suluh dalam gelap, media yang berkualitas pasti terus ditunggu dan pasti jadi bahan perbincangan di media sosial,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan, agar dalam pemberitaan para pewarta berpegang teguh pada kode etik jurnalistik dan kaidah-kaidah jurnalistik. Salah satunya, tidak membuat berita dengan prasangka sehingga terjadi pengadilan media massa, “Bahkan yang di-framing tidak diberi hak jawab, peliputannya tidak dua sisi, tidak cek dan ricek. Ini bisa menyusahkan individu, masyarakat, ormas, bahkan negara,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Biro KIM LDII Jawa Timur, Ludhy Cahyana, mengatakan pemerintah dan masyarakat merasa terbantu dengan peran pers, khususnya saat ini pemberitaan covid varian omicron. Pertama, pers membantu mengedukasi masyarakat mengenal virus corona. Sehingga masyarakat paham apa yang mereka hadapi. “Pers juga membantu masyarakat bagaimana mencegah pandemi, misalnya dengan protokol kesehatan dan meningkatkan imun,” ujar Ludhy.
Kedua, lanjut Ludhy, pers sebagai sumber informasi dapat memberitakan beragam kebijakan pemerintah terkait Covid-19. “Misalnya, kita mengetahui wilayah mana saja yang level hijau hingga merah. Terutama juga mengenai informasi bisnis, agar masyarakat tetap bisa berbisnis dalam kondisi wabah,” imbuhnya.
Namun Ludhy juga mengingatkan, pers perlu berhati-hati. Jangan sampai karena mengejar jumlah pembaca dan trending topic, beritanya penuh sensasi atau malah menciptakan teror bagi pembacanya. Selain itu, dalam kondisi wabah, media jangan asal mengutip atau menerjemahkan berita dari media asing, sehingga bukan informasi yang benar tapi justru menyebarkan informasi palsu.
“Kami berharap, pers pada hari ulang tahunnya terus menjadi suluh dalam kegelapan informasi. Membimbing bangsa ini, untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur,” tutup Ludhy.