Dalam upaya mencegah penyalahgunaan narkoba, Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Dakwah Islam Indonesia Provinsi Jawa Timur (DPW LDII Jatim) bekerja sama dengan Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Jawa Timur menggelar Seminar Wanita. Kali ini, mengangkat tema Keberfungsian Keluarga dalam Gerakan Keluarga Sadar Hukum dan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Acara digelar di Aula Pondok Sabilurrosyidin, Surabaya, Minggu, (24/9).
“Terbukti banyak sekali anak di bawah umur yang sudah berani melakukan tindakan kriminal, seperti merampok, memperkosa, bahkan membunuh. Ditambah lagi dengan semakin berkembangnya kasus narkoba yang sudah melibatkan anak di usia sekolah dasar. Ini yang menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai orang tua khususnya seorang ibu,” kata Amien Adhy, Ketua DPW LDII Jatim dalam sambutannya.
Menurut Amien Adhy, LDII mencermati bahwa perkembangan anak muda sekarang membutuhkan perhatian khusus. Apalagi dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu cepat. Semua perlu diimbangi dengan pondasi mental yang kuat, karakter agama yang baik, dan menjunjung tinggi adat ketimuran.
Apalagi, permasalahan terkini yang dihadapi oleh generasi muda begitu kompleks. Seperti mental generasi muda yang melemah, pengaruh gaya hidup yang menganggap menggunakan narkoba sebagai sesuatu yang modern, dan kecenderungan perilaku madat di kalangan remaja dengan menggunakan obat-obatan legal yang diracik dengan berbagai macam obat-obatan.
“Keluarga merupakan pilar utama berfungsinya gerakan sadar hukum. Jika di keluarga itu berjalan dengan bijak dan baik maka yakin bahwa negara akan maju. Keberfungsian keluarga yang sadar hukum menjadi salah satu wujud revolusi mental agar masyarakat menyadari gerakan sadar hukum masyarakat dan negara,” papar Sutikno dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Dalam pidatonya sebagai pembicara utama, Fatma Saifullah Yusuf menyampaikan tentang pentingnya peran keluarga dalam pola pendidikan anak. Menurutnya, dalam keluarga diperlukan pola komunikasi dua arah yang melibatkan antara orang tua dan anak. Sehingga permasalahan yang dihadapi anak dapat segera diketahui lalu dikonsultasikan kepada orang tua. Selanjutnya, orang tua dapat memberikan solusi dan saran terbaik bagi si anak. Bila hal ini tidak dilakukan, kemungkinan si anak akan mencari teman di luar untuk menyalurkan aspirasi yang diinginkan.
“Seorang ibu merupakan madrasah awal bagi perkembangan seorang anak di keluarga. Maka, tentunya seorang ibu harus paham betul tentang pola asuh anak, tumbuh kembang anak, kondisi psikologis anak, dan terutama pondasi agama anak. Bila pondasi agama anak itu keropos, tentunya akan membahayakan masa depan si anak di tengah era globalisasi seperti ini,” tegas Fatma Saifullah Yusuf, Ketua Umum BKOW Jawa Timur.
Sementara itu, Nana Maznah Prasetyo, Dewan Pakar DPP LDII, memberi paparan dari sisi Psikologi. Menurut Nana, bagi wanita, ada hal yang secara alamiah tidak tergantikan dalam peran dan fungsinya misalnya hamil, menyusui, mengasuh, dan membangun kelekatan dengan anak sedini mungkin bahkan sejak hamil. Peran suami menjadi sosok tertinggi dalam keluarga, bertanggung jawab terhadap berlangsungnya kehidupan berkeluarga. Dalam hal ini suami harus bisa bermitra dengan istri, sebagai contoh pada proses pendidikan anak dari sisi logos (red: melindungi).
Peran seorang istri, tambah Nana, memiliki peran tak tergantikan dalam fungsi melahirkan generasi penerus dan dalam proses pengembangan serta aktualisasi diri. Istri bersama suami meringankan beban dan kewajiban dalam keluarga. Selai itu, seorang istri harus bisa bermitra dengan suami, contohnya pada proses pendidikan anak dari sisi eros (red: kasih sayang). Suami dan istri merupakan pasangan komplementaritas yaitu saling melengkapi secara fungsional alamiah antara suami dan istri.
Penulis : M. Fauzi Wibowo