Jakarta (11/7). Kondisi bangsa Indonesia yang menunjukkan demoralisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mengundang keprihatinan LDII. Di bidang politik, marak politik uang. Sementara itu penyelenggaraan pemerintahan masih diwarnai korupsi dan suap. Sementara dalam tataran sosial dan budaya, nilai-nilai barat dianggap sebagai modern dan mengabaikan kebijakan local dan nilai-nilai agama.
Ajakan itu diserukan Ketua DPP LDII Prasetyo Soenaryo dan Chriswanto Santoso, dalam acara buka bersama wartawan di Restoran Sinbad Petamburan, Jakarta Barat. Prasetyo Soenaryo menyebut ajakan kembali sebagai bangsa bermoral sebagai remoralisasi bangsa.
“Bersamaan dengan Ramadhan dan Idul Fitri, kami menyerukan remoralisasi bangsa. Mari dengan semangat Ramadhan memberikan kita semangat untuk peduli perbaikan moral bangsa, yang kini permisif. Kini sudah ada desakan agar pernikahan sejenis dibolehkan di negeri ini. Di sisi lain ada beberapa pihak yang mendorong agar pemenuhan hak-hak konstitusi untuk seseorang lebih utama dibandingkan dengan pelanggaran moral yang dilakukan oleh seseorang. Bisa jadi nanti ada orang yang bermoral rendah bisa menduduki jabatan publik yang strategis. Ini jelas kondisi yang memprihatinkan, dan seakan menyepelekan masalah moral bagi bangsa ini,” kata Prasetyo.
Bagi LDII , moral adalah pengawal bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya. Bila masalah moral diabaikan bangsa ini, maka dapat dipastikan bangsa Indonesia menerima berbagai hal yang negative atau mudharat, “Saya mengimbau bagi para pemimpin negeri ini, untuk memberikan teladan yang baik untuk rakyat sebagai langkah remoralisasi bangsa,” tegas Prasetyo.
Menurut Prasetyo, tantangan kehidupan bangsa Indonesia ke depan sangan besar, baik bidang politik, hukum, moral dan ekonomi, khusunya menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir 2015 serta kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin yang masih tinggi. Oleh karena itu, melalui gerakan “remoralisasi”, bangsa Indonesia akan mampu menyelesaikan berbagai tantangan pada tahun mendatang.
Bahkan, menurut Prasetyo, reshuffle tak akan mampu mengangkat kinerja pemerintahan jika hanya dilandasi bagi-bagi posisi di kekuasaan. Menurut Ketua DPP LDII, Prasetyo Sunaryo, yang terpenting dari reshuffle adalah imbasnya ke rakyat banyak. “Kami melihat reshuffle adalah proses simbolik bagi-bagi kekuasaan. Yang penting arahnya ke mana. Kalau pada akhirnya cuma redistribusi kekuasaan, ya tak berpengaruh positif ke rakyat,” katanya. Prasetyo menegaskan, justru yang diperlukan saat ini untuk memperbaiki kondisi adalah gerakan remoralisasi. Sebab, lebarnya kesenjangan ekonomi juga tak lepas dari persoalan moral. Menurutnya, sentuhan moral lebih penting dari sentuhan angka statistik.
Ia menambahkan, LDII sebagai lembaga dakwah jelas tidak bisa menghakimi. Karenanya, LDII hanya bisa melakukan seruan tentang remoralisasi. “Itu penting agar masyarakat tidak permisif lagi pada hal-hal yang melanggar moral. Jadi mari lakukan gerakan remoralisasi,” ajaknya.
Mengenai Zakat
Sementara itu, H Chriswanto Santoso saat ditanya pers, mengharapkan, pengelolaan dana dan bahan pokok dari zakat fitrah dan zakat mal yang dikeluarkan kaum Muslim Indonesia khususnya saat Idul Fitri 1436 H dapat dioptimalkan, sehingga dapat membantu perekonomian negara dan kesejahtreraan bangsa Indonesia. Chriswanto mengajak jajaran Ormas Islam untuk bersinergi dalam pengelolaan hasil zakat, sehingga dapat membantu bagi umat Islam yang membutuhkan maupun untuk anggaran “sabilillah” dalam membangun infrastruktur umat Islam Indonesia.