Menjaga toleransi adalah kunci terwujudnya ukhuwah Islamiyah, tanpa memperdebatkan mana yang benar dan mana yang salah. Hal itu diungkapkan Ketua MUI Kota Batu KH Nurbani Yusuf saat mengisi tausyiah pada Pengajian Akbar LDII Malang, di Masjid Roudhotul Jannah, Sabtu (29/10).
Menurutnya, setiap Ormas Islam memiliki ciri khas masing-masing. Persoalan ikhtilaf bukan berarti memunafikkan fiqh. “Fiqh penting, tetapi fiqh oriented kemudian menjadi identitas ini yang menjadi persoalan. Berbahaya kalau fiqh menjadi sebuah identitas golongan, bukan identitas Islam,” pungkasnya di hadapan 700 remaja yang mengikuti pengajian akbar.
“Kalau baju (seperti) ini pasti Salafi, oh sarungan berarti NU, kalau sarungan agak melorot itu Muhammadiyah. Habis urusan kita kalau begitu,” sambung KH Nurbani.
Ketua Komunitas Padang Mashyar itu mengisahkan, dua orang bertengkar soal gerakan sujud ketika shalat, antara lutut dan tangan mana yang terlebih dahulu.
“Yang satu bilang harus lututnya dahulu, yang satu harus tangan dahulu. Kalau lutut dulu seperti unta yang menderum, kalau tangan dulu seperti anjing mau tidur. Gara-gara shalat mau sujud saja mereka bertengkar kamu unta, kamu anjing,” tuturnya.
KH Nurbani mengatakan umat Islam harus berbenah dan terbuka. Ia kembali mengingatkan setiap golongan tak bisa mengatakan pihaknya yang paling benar.
Sementara itu Ketua DPW LDII Jawa Timur KH Moch Amrodji Konawi yang juga mengisi tausyiah pengajian akbar mengatakan Allah SWT mengutus Nabi Muhammad Rasulullah SAW untuk mensyiarkan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.
Lebih lanjut, KH Amrodji mengatakan sesuai tuntunannya, Rasulullah SAW memupuk persaudaraan dan saling mengenal. Ia mengutip Surat Hujarat ayat 13 yang menyerukan untuk saling ta’aruf, saling mengenal satu sama lainnya dari berbagai bangsa dan suku.
“Syukur Alhamdulillah kita di Indonesia Ormas Islam bisa menjalin komunikasi dengan baik,” tuturnya.
Amrodji menjelaskan latar belakang penyelenggaraan kegiatan tersebut karena pemuda merupakan aset bangsa. “Kemajuan suatu bangsa tergantung bagaimana pemudanya bertindak. Keberagaman yang ada seharusnya tidak menjadi penghalang untuk menjalin persaudaraan. Oleh sebab itulah kegiatan ini digelar,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Amrodji menjelaskan bahwa mewujudkan sikap toleransi antar golongan sangat diperlukan oleh pemuda-pemuda sekarang. Ia menambahkan keberagaman bahasa, adat, kepercayaan, agama di Indonesia menuntut kita agar bisa menumbuhkan rasa toleransinya.
“Indonesia negara besar, maka harus dijaga dengan membangun ukhuwah. Apalagi sebagai pemuda harus punya bekal mewujudkan tiga konsep ukhuwah,” ujar Amrodji.
Ia menjelaskan salah satu cara untuk mewujudkan toleransi, maka kalangan pemuda diharapkan dapat menjadi motor penggerak ukhuwah atau persaudaraan. Dalam konteks ini, pemuda harus menjadi pelopor toleransi dalam perspektif agama Islam, bangsa dan negara.
“Pertama, konsep ukhuwah Islamiyah, pemuda merasa saling bersaudara satu sama lain karena sama-sama memeluk agama Islam. Kedua, konsep ukhuwah wathaniyah, pemuda bisa saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari bangsa yang satu. Ini sifatnya tidak dibatasi oleh sekat-sekat seperti agama, suku, golongan, dan sebagainya. Ketiga, konsep ukhuwah basyariyah, pemuda bisa saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari umat manusia yang satu yang menyebar di berbagai penjuru dunia,” terangnya.
Pada pengajian akbar tersebut juga menghadirkan sejumlah narasumber, diantaranya Guru Besar UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Prof KH Imam Supayogo dan Ketua PBNU Bidang Keagamaan Dr KH Ahmad Fahrur Rozi. (Yusac/Naufal).