Biro Kesra Sekda Provinsi Jawa Timur menggelar rapat koordinasi (Rakor) pondok pesantren se-Jawa Timur, Senin (6/6). Rakor tersebut dalam rangka penguatan kemandirian ekonomi pondok pesantren.
Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kanwil Kemenag Jawa Timur, KH Muh As’adul Anam saat menjadi narasumber acara tersebut mengatakan fungsi didirikannya pesantren untuk membangun SDM melalui bidang pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat.
“Banyak pesantren yang sudah berhasil dari sisi pendidikan dan dakwah tapi masih belum berhasil dari pemberdayaan masyarakat. Maka adanya OPOP (one pesantren one product) ini, pesantren akan bisa mandiri secara ekonomi dan bisa memberikan banyak manfaat kepada masyarakat,” ungkap Anam.
Ia juga mengatakan memasuki era industri 4.0, transformasi digital tak bisa terhindarkan dalam mendukung percepatan arus digitalisasi untuk pertumbuhan ekonomi. “Saat ini kita sudah memasuki masa bekerja secara paperless. Tak bisa dipungkiri, pengadaan kertas menjadi beban anggaran belanja negara,” tuturnya.
Anam melanjutkan, dengan bekerja secara paperless atau computer based information system bisa memangkas anggaran puluhan triliun sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan lain yang lebih bermanfaat.
Selain itu, Kemenag terus berupaya meningkatkan tata kelola pengajuan bantuan pondok pesantren. Salah satunya dengan mengintegrasikan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bantuan Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (SIMBA PD PONTREN) dengan Sistem Informasi Ketenagaan Pesantren dan Keagamaan Islam (SIKAP PD PONTREN).
Anam juga berpesan jika pesantren yang ada di daerah-daerah yang mengalami kendala update data di aplikasi SIKAP dan SIMBA agar segera melapor ke Kantor Kemenag. Pihaknya akan membantu menyelesaikannya. “Jangan sampai pesantren yang bersangkutan tidak mendapat bantuan karena tidak bisa mengisi data di aplikasi SIMBA dan SIKAP,” imbau mantan Kepala Kemenag Kabupaten Pasuruan ini.
Anam juga menyinggung kemandirian pesantren yang juga menjadi salah satu dari tujuh program prioritas Kementerian Agama. “Pesantren harus dimandirikan karena lembaga ini juga memiliki jejaring antar pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Jaringan itu terbentuk baik dari relasi guru dan murid (alumni), maupun dari sanad keilmuan,” ungkapnya.
Menurut Anam, jejaring tersebut menjadi faktor potensial bagi pengembangan ekonomi umat. Sinergi ekonomi antar pesantren bisa menjadi kekuatan yang dapat menopang perekonomian bangsa.
Acara yang dihelat di Harris Hotel Surabaya itu dihadiri ratusan ketua pondok pesantren dari berbagai Ormas Islam di Jawa Timur. Dari LDII misalnya, mengirimkan lima utusan pondok pesantren, diantaranya Ponpes Al Manshurin, Ponpes Minhajurrosyidin dan Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) Syafiurrohman dari Kabupaten Jember, Ponpes Baitul A’la dari Kabupaten Malang, serta PPM Khoirul Huda Surabaya.

Ketua DPD LDII Jember, Akhmad Malik Afandi, yang sekaligus Ketua Ponpes Minhajurrosyidin itu menuturkan program Nawa Cita Gubernur Jawa Timur dan Kementerian Agama selaras dengan salah satu dari delapan klaster kontribusi LDII untuk bangsa.
“Salah satu delapan klaster di dalamnya adalah bidang pendidikan. Artinya LDII Jember sudah membina tiga pondok pesantren aktif untuk mencetak generasi bangsa profesional religius,” ujar Malik.
Malik berharap Rakor ini bisa memberikan pencerahan kepada kami terkait dengan program OPOP. Selain itu, akan memperkuat ekonomi santri dan pesantren serta akhirnya bisa memberikan kemanfaatan kepada masyarakat.