Pondok Pesantren (Ponpes) Wali Barokah Kota Kediri menggelar upacara Hari Santri Nasional (HSN), pada Minggu pagi (22/10). Ketua Ponpes Wali Barokah KH Sunarto menjadi inspektur upacara.
Dalam amanatnya KH Sunarto menyebutkan, momentum hari santri bisa menjadi sarana refleksi diri terhadap peran santri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Baik yang telah maupun akan dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia para santri.
“Peringatan Hari Santri tahun ini mengusung tema Jihad Santri Jayakan Negeri. Tema tersebut menyiratkan dua makna sekaligus pesan yang disampaikan kepada kita semua, yakni makna historis dan makna kontekstual,” katanya.
Makna historis mengingatkan tentang peran besar para santri pada masa perjuangan meraih kemerdekaan. Resolusi jihad kala itu dilakukan untuk berperang melawan kedzaliman penjajah yang puncaknya terjadi pada tanggal 10 Nopember 1945 yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan.
Sedangkan makna kontekstual terkait dengan peran santri pasca masa belajarnya di pondok pesantren. Para santri memiliki kewajiban menebarkan amar makruf nahi munkar, dakwah yang sejuk, memiliki toleransi yang tinggi, bisa saling menghormati dan menghargai terhadap perbedaan. Selain itu, para santri juga diharapkan mampu menghargai keberadaan dan keyakinan kelompok masyarakat lain, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kesantunan dan kebajikan untuk bersama-sama memajukan bangsa dan negara, melawan kebodohan dan ketertinggalan.
“Dengan demikian, maka makna jihad yang termaktub dalam tema tersebut bukanlah berperang, melainkan lebih diartikan sebagai jihad intelektual, yaitu berjuang agar para santri bersama komponen masyarakat lain, dengan berbekal ilmu pengetahuan yang dimiliki bisa memberikan kontribusi yang maksimal dalam mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat,” lanjut KH Sunarto.
Ia melanjutkan, sesuai dengan fungsi pesantren terutama di bidang pendidikan dan dakwah, sejak awal berdirinya Pondok Pesantren Wali Barokah hingga masa mendatang, para pengasuh, para guru dan pengurus pondok tetap berkomitmen untuk mempersiapkan para santri agar menjadi juru dakwah, muballigh dan muballighot yang profesional dan religius. Para santri dengan pengetahuan dan kepahaman agama yang kuat, berakhlaqul karimah, berkarakter luhur, mandiri serta berwawasan kebangsaan yang luas.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tambahnya, diperlukan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, kurikulum baku dan kurikulum tambahan yang senantiasa menyesuaikan perkembangan zaman.
“Hal lain yang tidak kalah penting adalah peningkatan kompetensi guru dan pengurus serta terus memotivasi semangat belajar para santri yang dibarengi dengan kedisiplinan, kejujuran dan penerapan karakter luhur lainnya,” ujarnya.
KH Sunarto mengatakan, tugas sebagai juru dakwah, muballigh dan muballighot dalam membina umat, sesuai jenjang umurnya, yaitu sejak usia dini, pra remaja, remaja, berkeluarga sampai lansia sangatlah mulia. Mereka bagaikan lentera yang menerangi jalan, mengajak umat dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang penuh nur ilaahi rabbi.
Untuk itu ketika para santri memyampaikan ilmunya harus benar dan jelas, bisa dimengerti, dipahami, lebih proaktif serta terampil berbudi pekerti yang luhur. Para santri juga diharapkan senantiasa berkoordinasi dengan para pihak yang terkait untuk keberlangsungan dan kelancaran proses belajar mengajar.
“Dengan cara-cara semacam itulah kita husnudzon billah, insya Alloh, Islam sebagai agama yang rahmatal lil ‘alamin akan berkembang dan memberikan warna dalam kehidupan ber masyarakat, berbangsa dan bernegara. Semoga Alloh SWT selalu merodhoi seluruh ikhtiar kita,” pungkas KH Sunarto.
Beberapa pejabat dan tokoh hadir dalam upacara tersebut. Antara lain komponen Tiga Pilar dari Kecamatan Pesantren, Kecamatan Kota, Kelurahan Burengan dan Banjaran. Selanjutnya ada Ketua NU, Muhammadiyah, dan LDII, serta tokoh masyarakat sekitar. (Mzda)