Peredaran dan pengguna narkoba kini sudah berada di ambang darurat. Pasalnya narkoba sangat mudah masuk di beberapa golongan, termasuk anak-anak menjadi korban.
Hal ini disampaikan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada Seminar Green Dakwah dan Generasi Anti Narkoba di Aula Ponpes Sabilurrosyidin, Surabaya, Kamis (11/5).
Menurut Risma keterlibatan anak-anak pada narkoba disebabkan banyak faktor. Diantaranya ialah pengaruh teknologi dan sosial media yang membuat masyarakat, bahkan keluarga inti menjadi terkotak-kotak, sehingga seorang anak bingung dalam memilih dan mencontoh figur yang baik.
Selain itu saat ini akses internet sangat mudah, hal ini berdampak kepada anak. Risma mendapati video pornografi pada anak-anak di smartphone mereka.
“Oleh karena itu, saya menghimbau kepada sekolah-sekolah. Kalau muridnya datang terlambat jangan disuruh pulang, ini membuat mereka pergi ke warnet dan ke tempat-tempat tidak baik,” tutur Risma.
Risma menambahkan, jika mendapati anak menggunakan narkoba maka jangan disalahkan karena ini tanggung jawab kita semua. “Awas jangan memarahi anak tersebut karena kita semua salah, saya salah, orang tuanya salah, termasuk lurahnya juga salah,” pungkasnya.
Untuk itu upaya Pemerintah Kota Surabaya dalam memberantas narkoba ialah melakukan penangkapan bandar narkoba yang dilakukan BNN, sosialisasi terutama pada anak muda dan juga melakukan sweeping di tempat-tempat yang dirasa berdampak besar berputarnya narkoba.
Risma berharap agar para orang tua terus memperhatikan kondisi psikologis dan fisik anak, karena semua penyebab narkoba ialah orang tua itu sendiri. Tidak boleh membiarkan anak-anaknya untuk bergaul bebas dan diberi tanggung jawab untuk mengatur keuangan sendiri, semua harus dalam pengawasan orang tua.
“Sesibuk-sibuknya kita, kita harus tetap memperhatikan anak anak kita,” tutur Risma.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Ketua DPD LDII Kota Surabaya Akhmad Setiadi mengatakan, pengaruh narkoba dengan isu bonus demografi menjadi masalah yang serius karena di tahun 2030 mendatang yang menempati posisi produktif ialah anak muda masa kini.
“Jika generasi penerus sekarang sudah kecanduan narkoba, tentu pada tahun 2030 bonus tersebut akan berubah menjadi kecelakaan dan masalah yang sangat besar,” ungkap Setiadi.
Oleh karena itu, LDII berupaya menanamkan nilai-nilai agama yang berbentuk Tri Sukses Pembinaan Generasi Penerus (generus) yaitu alim/faqih, berakhlaqul karimah serta mandiri. Pembinaan ini dilakukan mulai dari PAUD, remaja, hingga lansia. Untuk menghadapi era bonus demografi, saat ini LDII giat mencetak generasi profesional religius.
“Profesional artinya mereka mempunyai kompetensi yang cukup sesuai dengan bakat minatnya sehingga mempunyai jiwa mandiri dan tidak tergantung pada orang tua. Religius artinya mereka mempunyai benteng agama yang kuat terhadap segala bentuk pengaruh negatif di era digitalisasi saat ini,” jelas Setiadi.
Membentuk generasi profesional religius tidak semudah membalikkan tangan. Oleh karena itu Setiadi mengajak semua pihak untuk ikut serta berperan meningkatkan pembinaan generasi muda Indonesia.
Acara tersebut juga dihadiri Kepala BNNK Surabaya, Ketua MUI Kota Surabaya, peserta dari Pimpinan Cabang dan Pimpinan Anak Cabang LDII, para dai, serta pengurus remaja masjid binaan LDII se-Surabaya. (Marisa)
Setuju dengan bu Risma, karena kebanyakan pada make itu gara-gara komunikasi dengan ortu ga bagus.