Jakarta (5/6). Kementerian Agama (Kemenag) Bersama ormas Islam telah menggelar sidang isbat untuk menentukan awal Ramadhan. Dalam pertemuan tersebut hadir Menteri Agama Lukman Saifuddin, Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin, Ketua Komisi VIII DPR M Ali Taher, dan sejumlah duta besar negara sahabat serta perwakilan ormas Islam. LDII diwakili oleh Ustad Abdullah Mas’ud Ustad dan Dwi Pramono.
Sidang isbat di Indonesia pascareformasi selalu diwarnai perbedaan pandangan mengenai penentuan awal Ramadhan. Namun pada Ramadhan kali ini, seluruh ormas Islam menyepakati 6 Juni merupakan awal puasa.
Sidang diawali oleh pemaparan oleh Cecep Nurwenda, astronom yang juga anggota Tim Hisab Kementerian Agama. Menurutnya, hilal terbentuk setelah pada pukul 10.00 WIB terjadi konjungsi atau ijtimak yaitu bulan dan matahari satu garis lurus dengan bumi. Sehingga setelah ijtimak, maka terbentuk hilal di seluruh kawasan Indonesia.
“Posisi hilal pada hari Ahad atau Minggu (5/6) di seluruh wilayah Indonesia di atas dua derajat. Bahkan di Pelabuhan Ratu mencapai 4,12 derajat. Secara hisab yang dianut pemerintah Indonesia maka awal 1437 H jatuh hari Senin (6/6),” ujar Cecep
Cecep menjelaskan, karena posisi matahari berada di bagian selatan garis khatulistiwa, maka posisi hilal di Indonesia hampir sama dengan di Arab Saudi. Cecep memastikan, hisab terhadap hilal kali ini sama hasilnya dengan rukyat. Maka tidak ada potensi perbedaan penentuan awal puasa untuk beberapa tahun ke depan.
KH Ma’ruf Amin dalam kesempatan itu mengatakan Ramadhan tahun ini kian memperkokoh persaudaraan di antara umat muslim. “Kami bersyukur tahun ini puasanya bareng dan Lebaran Insya Allah bareng. Ramadhan kali ini adalah nikmat bersama. Ia menuturkan bulan puasa harus dijadikan momen untuk memperbaiki diri, membersihkan hati dan dosa,” ujar Ma’ruf Amin.
Berbagai usulan pro dan kontra mengenai perbedaan penentuan awal puasa. Bahkan ormas Islam yang hadir sebagian besar sepakat agar penentuan awal puasa ditentukan oleh pemerintah, bukan dilakukan oleh ormas. Mereka ada yang mengusulkan sangsi bagi ormas Islam yang tidak sejalan dengan pemerintah.
Terlepas dari perbedaan itu, Dwi Pramono utusan DPP LDII, berpendapat LDII tidak mempermasalahkan perbedaan dalam sidang isbat, baik yang dilakukan ormas Islam lain dan pemerintah karena LDII taat kepada pemerintah yang sah. Menurut Dwi DPP LDII juga mengirim tim ke Sukabumi bersama ormas lain, untuk melakukan pengamatan hilal.
“Kami harus tetap menjaga ukhuwah Islamiyah. Hanya saja, untuk menyeragamkan penentuan awal puasa di Indonesia, rancangan peraturan harus diajukan dan disahkan di DPR. Selama ini peraturan pemerintah tidak mengikat soal penentuan awal puasa,” ujar Dwi Pramono.
Menurut Dwi, sebaiknya sebelum sidang setiap ormas tak perlu mewacanakan atau melempar isu mengenai awal Ramadhan. Dengan demikian tidak terjadi polemik di kalangan masyarakat. Sehingga ukhuwah Islamiyah tetap terjaga. (LINES)